- Jakarta - Medan : Rp. 4.500/Kg Min Charge : 250Kg
- Jakarta - Pekanbaru : Rp. 4.500/Kg Min Charge : 250Kg
- Jakarta - Palembang : Rp. 3.800/Kg Min Charge : 250Kg
- Jakarta - Jambi : Rp. 4.000/kg Min Charge : 250Kg
- Jakarta - Lampung : Rp. 3.500/kg Min Charge : 250Kg
Rabu, 30 Maret 2011
Harga Terbaru Trucking Domestik
Diposkan oleh :
Jibril FM
Minggu, 27 Maret 2011
Dari Penyambung Pipa, Duit Pun Mengalir
Diposkan oleh :
Jibril FM
Malang -
Masih pagi, dering telepon di rumah Ivan sudah berbunyi. "Halo! Ya, wes ntar tak anter barangnya, sampeyan tunggu ae, oke," kata Ivan Ferdiyanto, 26 tahun. Lalu menutup kembali itu telepon, di Malang, Sabtu (26/3/2011).
Kopi hangat selalu tersedia di mejanya setiap pagi. Dia mengambil sebatang rokok yang berada di dekat telepon. "Huddd... huuuu," asap rokok keluar dari mulutnya. "Beginilah cak, maklum, pesanan barang," ujarnya sambil memulai cerita usaha yang dijalankan.
Awalnya, sambung Ivan, tidak pernah terpikirkan bergelut dengan usaha penyambung pipa air.
Yang dipikirkan adalah ketika lulus kuliah, menjadi karyawan di perusahaan, masuk jam 8 pagi dan pulang pukul lima sore. Setiap Sabtu dan Minggu ia bisa libur. Tetapi, nasib berkata lain. Ia kini bukan penerima gaji, melainkan pemberi gaji.
Usaha produksi penyambung pipa air, yang kini ia geluti telah dirintis orang tuanya pada 1994 dengan nama CV Prima Star. Sejak lulus kuliah tiga tahun yang lalu, ia mengambil alih kendali usaha. Dengan dibantu oleh enam karyawan, perusahaannya mampu memproduksi tiga sampai empat karung penyambung pipa atau setara dengan 2.000 unit per hari.
Apa yang didapatkan sekarang bukanlah sesuatu yang instan. Orang tua Ivan, dengan bermodalkan sekitar Rp 500 ribu awalnya telah memulai usaha dengan mengolah plastik bekas botol minuman, mainan, dan barang plastik lainnya. Dengan kreatifitas yang dimiliki, plastik bekas itu diolah lalu dibentuk menjadi penyambung pipa.
"Memasarkannya (barang) susah banget waktu itu. Kalau ditolak, jangan ditanya deh, aku sampai kasian banget ngeliatnya," jelasnya.
Setelah selesai produksi, satu bulan berikutnya baru mendapatkan pembeli.Iitu saja, katanya, pembeli barang hanya dua orang. Namun ia pantang mundur.
Melalui berbagai cobaan, akhirnya usaha yang ia geluti semakin berkembang. Ivan mencoba memasuki pasar di seluruh Jawa Timur dengan berbagai strategi di tengah persaingan yang ketat.
"Jika dulu orang tuaku cuma pasarnya di Malang dan Surabaya, kini aku raih pasar (di) hampir semua wilayah Jawa Timur," tuturnya.
Bahkan, sambungnya, permintaan barang menjangkau hingga ke Pulau Garam (Madura), beberapa kota di Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Kini dari penjualan barang, dalam satu minggu ia mendapatkan keuntungan mulai dari sekitar Rp 10 juta hingga Rp 15 juta.
Ivan pun bermimpi dengan mencoba memasuki pasar di seluruh Jawa dan Bali.
Selain itu, pasar ekspor pun menjadi bidikan selanjutnya.
"Lagi persiapin cak. Mungkin untuk awal, ekspor ke negara-negara (di) ASEAN aja dulu. Pelan-pelan lah," ucapnya.
Sumber :
http://www.today.co.id/read/2011/03/27/20277/dari_penyambung_pipa_duit_pun_mengalir
Kopi hangat selalu tersedia di mejanya setiap pagi. Dia mengambil sebatang rokok yang berada di dekat telepon. "Huddd... huuuu," asap rokok keluar dari mulutnya. "Beginilah cak, maklum, pesanan barang," ujarnya sambil memulai cerita usaha yang dijalankan.
Awalnya, sambung Ivan, tidak pernah terpikirkan bergelut dengan usaha penyambung pipa air.
Yang dipikirkan adalah ketika lulus kuliah, menjadi karyawan di perusahaan, masuk jam 8 pagi dan pulang pukul lima sore. Setiap Sabtu dan Minggu ia bisa libur. Tetapi, nasib berkata lain. Ia kini bukan penerima gaji, melainkan pemberi gaji.
Usaha produksi penyambung pipa air, yang kini ia geluti telah dirintis orang tuanya pada 1994 dengan nama CV Prima Star. Sejak lulus kuliah tiga tahun yang lalu, ia mengambil alih kendali usaha. Dengan dibantu oleh enam karyawan, perusahaannya mampu memproduksi tiga sampai empat karung penyambung pipa atau setara dengan 2.000 unit per hari.
Apa yang didapatkan sekarang bukanlah sesuatu yang instan. Orang tua Ivan, dengan bermodalkan sekitar Rp 500 ribu awalnya telah memulai usaha dengan mengolah plastik bekas botol minuman, mainan, dan barang plastik lainnya. Dengan kreatifitas yang dimiliki, plastik bekas itu diolah lalu dibentuk menjadi penyambung pipa.
"Memasarkannya (barang) susah banget waktu itu. Kalau ditolak, jangan ditanya deh, aku sampai kasian banget ngeliatnya," jelasnya.
Setelah selesai produksi, satu bulan berikutnya baru mendapatkan pembeli.Iitu saja, katanya, pembeli barang hanya dua orang. Namun ia pantang mundur.
Melalui berbagai cobaan, akhirnya usaha yang ia geluti semakin berkembang. Ivan mencoba memasuki pasar di seluruh Jawa Timur dengan berbagai strategi di tengah persaingan yang ketat.
"Jika dulu orang tuaku cuma pasarnya di Malang dan Surabaya, kini aku raih pasar (di) hampir semua wilayah Jawa Timur," tuturnya.
Bahkan, sambungnya, permintaan barang menjangkau hingga ke Pulau Garam (Madura), beberapa kota di Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Kini dari penjualan barang, dalam satu minggu ia mendapatkan keuntungan mulai dari sekitar Rp 10 juta hingga Rp 15 juta.
Ivan pun bermimpi dengan mencoba memasuki pasar di seluruh Jawa dan Bali.
Selain itu, pasar ekspor pun menjadi bidikan selanjutnya.
"Lagi persiapin cak. Mungkin untuk awal, ekspor ke negara-negara (di) ASEAN aja dulu. Pelan-pelan lah," ucapnya.
Sumber :
http://www.today.co.id/read/2011/03/27/20277/dari_penyambung_pipa_duit_pun_mengalir
Sabtu, 26 Maret 2011
Kekuasaan dan Hukum
Diposkan oleh :
Jibril FM
Oleh: Abdurrahman Wahid
Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa waktu yang lalu, seperti memberi
sinyal bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) memiliki wewenang untuk
membubarkan Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) karena bertentangan dengan
ajaran agama Islam. Kalau pendapat ini dikemukakan orang lain, tidak
ada masalah sama sekali. Tetapi ia dinyatakan oleh SBY dalam kapasitas
pemimpin formal negeri ini. Padahal ia sebenarnya seharusnya sudah tahu
bahwa wewenang itu harus berada di tangan Mahkamah Agung (MA).
Katakanlah keputusan MUI tentang JAI itu, yang sudah diambil sejak
lama, memiliki nilai ‘kebenaran' dan karenanya harus dilaksanakan. Tapi
toh yang terjadi hanyalah ‘kebenaran' dalam pendapat
keagamaan bukan pendapat kenegaraan. Dalam hal ini, jika kita
benar-benar konsekuen dengan Undang-Undang Dasar (UUD), fatwa MUI itu
bukanlah pendapat negara.
Jika ada yang menyatakan, bahwa MA menganggap tidak
perlu memberikan fatwa dalam hal ini, maka tulisan ini hendaklah
dianggap sebagai permintaan fatwa tersebut. Karena MA memiliki wewenang
untuk intervensi/campur tangan dalam hal kenegaraan apapun, yang
menyangkut UUD. Tanpa memiliki keberanian moral untuk berpegang pada
kenyataan ini, berarti MA mengingkari kehadirannya sendiri, sesuatu
yang sebenarnya menyimpang dari perjalanan bangsa ini ke arah demokrasi
konstitusional. Kalau kita sudah tidak mempunyai anggapan seperti ini,
itulah sebenarnya yang menjadi persoalan. Karena keseluruhan bangunan
negara kita didasarkan pada asumsi dasar, bahwa kekuasaan negara pada
tingkat nasional memiliki tiga unsur utama: pelaksana (eksekutif),
pembuat aturan (legislatif), dan penjaga (yudikatif).
Kalau ‘pembagian kekuasaan' seperti itu dalam kehidupan bernegara tidak diperhatikan, maka alasan berdirinya bangsa ini (raison d'etre du nation)
berhenti beroperasi dalam kehidupan kita. Berarti kita harus
merumuskan kembali dasar-dasar negara kita. Pancasila yang sudah
dirongrong begitu rupa, sekarang justru dirongrong dari dalam sendiri.
Kalau memang demikian, apa yang diinginkan ‘orang luar' yaitu pisahnya
Indonesia menjadi tujuh atau delapan negara segera menjadi kenyataan.
Alangkah menyedihkan jika globalisasi sebagai proses, akan dapat
benar-benar berfungsi mencabik-cabik kohesi kita. Padahal globalisasi
itu memiliki juga potensi lain terhadap kita sebagai bangsa yang sangat
heterogen (memiliki kemajemukan sangat tinggi) dalam hampir semua hal,
yaitu dapat diarahkan ke arah penyatuan perasaan maupun
pendapat-pendapat yang pokok.
Dalam pertemuan syukuran untuk menghormati
kesembuhan penulis pada tanggal 27 Juli 2005 yang lalu, oleh
teman-teman, penulis diminta untuk memimpin sebuah paguyuban yang
bertugas untuk mencari ‘penyelesaian' atas berbagai hal yang dihadapi
bangsa ini. Akibat dari langkanya kepemimpinan yang meliputi seluruh
bangsa, dari yang bersifat moral hingga yang bersifat hukum. Kelangkaan
itu dikemukakan sebagai penyebab dari amburadulnya kehidupan bangsa.
Dari beberapa jam mengeluarkan pendapat, para hadirin dalam ‘sidang'
syukuran itu menyatakan perlunya kita kembali ‘meluruskan' konsep-konsep
kepemimpinan yang kita gunakan dewasa ini. Bahkan ada yang bersikap
sangat jauh dan sangat ekstrim, dengan menganggap seolah-olah kita tidak
memiliki kepemimpinan sama sekali untuk membawa bangsa ini ke arah
yang kita cita-citakan.Yang ada hanyalah kepemimpinan negara, tanpa
memiliki arah nasional berupa kehidupan bangsa yang kita dambakan.
Kalau bangsa Indonesia hanya mengandalkan
kepemimpinan formal negara, kita akan segera tercabik-cabik menjadi
sekian negara. Kalau ini dibiarkan jalan terus, bukankah ‘kematian'
kita sebagai bangsa sudah tampak dengan jelas dan gamblang dalam
cakrawala kita sebagai bangsa? Untuk itulah, kita harus mencoba
‘mencari' kembali hal-hal yang mendorong kejayaan kita di masa lampau,
dengan mempertaruhkan segala-galanya bagi berdirinya sebuah bangsa? Dan
bangsa itulah yang kemudian membentuk negara Republik Indonesia. Latar
belakang inilah yang sebenarnya merupakan basis bagi kuatnya pendapat
yang menginginkan negara kesatuan Republik Indonesia.
"Kenyataan historis" seperti inilah yang sudah
banyak dilupakan orang. Nah, dalam hal ini kita perlu melihat kembali
apa yang menjadi dasar dari pendapat seperti itu. Ternyata, hal itu
dapat diketemukan dalam pemisahan yang tegas antara kekuasaan dari
hukum. Bahwa, negara kita tidak berdasarkan pada kekuasaan, melainkan
sebuah negara hukum yang bersandar kepada sebuah Undang-Undang Dasar,
yang lengkap dengan pembukaan dan penjelasannya. Karenanya, yang berhak
menentukan pelanggaran terhadap UUD hanyalah satu pihak saja, yaitu MA,
lainnya tidak memiliki kompetensi dan wewenang sama sekali. Segala
macam pendapat dan analisa, dapat disampaikan kepada lembaga itu,
tetapi MA adalah satu-satunya pihak yang dapat melakukan hal itu.
Inilah yang harus senantiasa diingat oleh semua pihak, tanpa kecuali.
Sayangnya MA sendiri tidak begitu aktif membela hak
tersebut. Bahkan ada tanda-tanda MA "melalaikan kewajiban" dalam hal
ini. Seperti saat Kapolri Da'i Bachtiar di bawah pemerintahan Megawati
Soekarnoputri menyatakan, para mahasiswa yang melakukan demo dihadapan
rumah Megawati Soekarnoputri di jalan Teuku Umar melakukan pelanggaran
terhadap ketertiban umum. Penulis segera mengeluarkan reaksi yang tidak
dimuat sama sekali oleh pers nasional kita. Penulis bertanya siapakah
yang seharusnya berhak mengeluarkan pendapat hukum dalam hal ini? MA
atau Polri? menurut pendapat penulis, hanya MA yang memiliki wewenang
hukum yang "harus diikuti" dalam hal ini. Polri hanya berwewenang
melaksanakan saja keputusan MA, seperti halnya dengan MUI, pemimpin
negara dan lain-lain. Kita tidak menginginkan MUI menjadi badan
kenegaraan dan Menteri Agama berfungsi hukum untuk menggantikan MA.
Kalau kita ingin merubah hal ini, hendaknya diadakan
forum konvensi untuk itu. Tindakan apapun, yang diambil secara
sepihak, tentu saja bersifat "gelap" dan tidak memiliki dasar hukum.
Hal yang sangat menyedihkan ini dapat terjadi dalam kehidupan kita,
jika kita tidak berhati-hati. Kemalasan kita sebagai bangsa, akan
berbuntut sangat panjang bagi sejarah kita. Tentu saja tidak ingin
demikian.
Apa yang diuraikan diatas adalah sebuah penalaran
yang bersifat umum dalam kehidupan bangsa kita. Ini adalah pendapat
pribadi yang hanya lebih tepat dibantah, daripada dianggap sebagai
"kejahatan" terhadap Islam. Karenanya pendapat itu tidak perlu
ditanggapi secara emosional, melainkan harus dengan cara rasional. Lagi
pula yang kita persoalkan bukanlah ajaran Islam, melainkan bagaimana
sebuah ajaran agama harus diterapkan dalam kehidupan kita sebagai
bangsa. Ini adalah bagian dari proses melestarikan dan membuang sesuatu
dalam kehidupan sejarah kita sebagai bangsa, bukan?
Jakarta , 28 Juli 2005
Damai Dalam Pertentangan
Diposkan oleh :
Jibril FM
Catatan KH. Abdurrahman Wahid
Memang ironis kalau simbol lebih dikenal dari kenyataan. Tapi itulah
yang terjadi di Tokyo bulan lalu, April 1983. Film Gandhi, yang baru
saja memenangkan delapan Oscar di Hollywood, diputar serentak di sekian
bioskop. Karcis dibeli berebutan . Masyarakat Jepang rupanya disentuh
nuraninya oleh film yang menggambarkan perlawanan tanpa kekerasan.
Namun sebuah kejadian lain di Tokyo waktu itu hampir-hampir tidak
memperoleh perhatian. Hanya dimuat dalam berita pendek di sudut bawah
koran-koran Jepang: Uskup Agung Helder Camara menerima Hadiah Niwano
untuk perdamaian. Padahal tahun inilah hadiah itu pertama kali di
berikan.
Hadiah Niwano rencananya akan dikeluarkan tiap tahun oleh Yayasan
Perdamaian Niwano, salah satu lembaga yang berasal dari gerakan kaum
Budhis terbesar di Jepang, Rissbo-Kosei-Kai. Di samping memberikan
hadiah untuk prestasi terbaik dalam menumbuhkan saling pengertian antar
agama dan memajukan perdamaian, yayasan itu juga menjadi sponsor
Konperensi Dunia tentang Agama dan Perdamaian (World Conference on Peace
and Religion) yang sudah berlangsung tiga kali sampai saat ini.
Dan hadiah Niwano justru punya arti penting oleh pemilihan
pemenangnya yang pertama kali ini: Uskup Agung Olinda-Recife, Brazilia,
Helder Pessoa Camara, yang oleh penggemarnya disebut Dom Helder. Ialah
"uskup merah". Yang berarti, hadiah perdamaian itu diberikan berdasar
pertimbangan yang tidak konvensional tentang ‘perdamaian' itu sendiri.
Ini menjadi jelas bila bentuk penghargaan baru itu dibandingkan dengan
Hadiah Nobel untuk perdamaian.
‘Perdamaian', dalam Hadiah Nobel, mengandung arti menghindarkan ,
melerai, mengurangi atau menyelesaikan konflik. Konfliknyapun tidak
dibatasi, baik terorisme bersenjata di Irlandia Utara maupun
pertentangan politik seperti sengketa Arab-Israel. Tidak heran kalau
dari pejuang palang merah sampai pejabat pemertintah dapat meraih
penghargaan itu ( Sadat dan Begin, misalnya ). Juga pejuang kemanusiaan
dalam arti umum seperti Albert Schweitzer yang bergulat dengan penyakit
Lepra di Afrika Hitam, atau suster Marie Therese yang mengurusi kaum
melarat di Calcutta, India.
Dalam wawasan serba konvensional itu yang ditinggalkan Yayasan
Niwano, setidaknya tahun ini. ‘Uskup Merah' Dom Helder tidak akan
memperoleh julukan julukan merah kalau ia menghindar dari konflik. Yang
dilakukannya justru mendorong berlangsungnya perlawanan terhadap
kekuasaan militer yang menindas rakyat dan struktur yang timpang, di
negaranya sendiri maupun di seluruh Amerika Latin umumnya.
Hanya saja perlawanan yang diserukan dan ditunjangnya bukan
perlawanan bersenjata, apalagi terorisme. Dan disini ia memenuhi kedua
Krieria Yayasan Niwano: memajukan perdamaian dan sekaligus mengembangkan
saling pengertian antar agama. Dan caranya dianggap unik.
Bermula dari keyakinan akan kebenaran moralitas yang bersandar pada
rasa kasih sayang, ia menghimbau kalangan rohaniawan agamanya sendiri
untuk menegakkan masyarakat baru yang tidak diwarnai penindasan. Upaya
menghilangkan penindasan berarti kesediaan untuk turut menegakkan
struktur ekonomi yang adil - yang bebas dari ekploitasi kalangan yang
oleh Dom Helder di sebut ‘mereka yang memiliki uang', alias kaum modal.
Kalau pemerintah, dan kekuasaan yang ada, mengukuhkan struktur
eksploitatif, kalangan agama harus memunculkan alternatif mereka di
bawah swadaya masyarakat, untuk meningkatkan kesejahteraan, membebaskan
dari kungkungan hukum yang tidak adil dan memperjuangkan hak-hak asasi.
Petani didorong berani mengambil inisiatif dan memulai perombakan
struktur pemilikan dan penguasaan tanah, alias Landreform. Dilanjutkan
dengan membentuk usaha prakooperatif. Kaum buruh di kota didorong berani
menuntut hak mereka dari pihak majikan- kalau perlu dengan pemogokan.
Generasi muda diimbau memperjuangkan hak-hak politik sepenuhnya, kalau
perlu dengan demonstrasi. Dan kalangan Intelektual diminta mempelopori
jaringan pendidikan yang benar-benar relevan dengan kebutuhan golongan
miskin; penyadaran akan keberadaan mereka dan kemampuan yang mereka
miliki untuk mengubah nasib.
Sikap seperti itu, menurut kacamata Uskup Agung Helder Camara, adalah
inti perdamaian. Itulah upaya menegakkan masyarakat yang benar-benar
adil. Hanya saja upaya tersebut dilakukan tidak dengan merobohkan sistem
kekuasaan yang ada, melainkan mengubahnya berangsur-angsur.. Tindak
kekerasan dari pemegang kekuasaan harus dihadapi dengan sikap menentang
bentuk kekerasan itu sendiri. Disini bertemulah sikap menjunjung tinggi
perdamaian (tanpa mengurangi sedikit pun kewajibang menentang struktur
masyarakat yang timpang ) di satu pihak dan sikap mengembangkan saling
pengertian antar agama di pihak lain.
Dom Helder memang secara terbuka ‘meminjam' cara-cara yang
dikembangkan agama lain. Yaitu dari perjuangan Mahatma Gandhi di
lingkungan agama Hindu dan Martin Luther King di kalangan agama
Protestan. Gandhi memperjuangkan kemerdekaan India, sedangkan King
memperjuangkan hak-hak sipil golongan kulit hitam di Amerika Serikat,
namun keteguhan mereka untuk berjuang secara militan tanpa kekerasan
adalah sesuatu yang secara universal dapat dilakukan kalangan mana pun
termasuk kalangan Katholik Amerika Latin - mungkin demikian jalan
pikiran Helder. Bukankah dengan saling pengertian mendasar antaragama
seperti itu, masing-masing agama akan memperkaya diri dalam mencari
bekal perjuangan menegakkan moralitas, keadilan, dan kasih sayang?
Banyak yang dapat diambil dari kiprah menegakkan perdamaian di tengah
pertentangan, dan saling pengertian di tengah perbedaan ajaana dan
paham. Relevankah pelajaran itu bagi kita? Kita sendiri sudah tentu
tahu jawabannya - walaupun aneh juga bahwa dari Indonesia datang
pencalonan untuk hadiah tersebut, yang mengusulkan seorang jendral.
Konsepnya tentang perdamaian tentu lain lagi.
Jumat, 25 Maret 2011
Salam Hangat dari Kami
Diposkan oleh :
Jibril FM
--------One Solution--------
Salam Hangat,
ONE LOGISTIC adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang freight forwarding, moving, dan trucking. Menangani ekspor, impor, dan kiriman domestik. Dengan pelayanan door to door service, port to door, port to port, packaging, dan lain-lain.
Dalam pelayanan, kami mengutamakan ketepatan waktu pengiriman, dengan
prosedur yang sangat mudah, dan dengan biaya yang lebih murah, dengan
prinsip saling menguntungkan.
Akhirnya, kami berharap dapat menjalin kerjasama yang baik dengan anda.
Kami menjamin kiriman anda aman sampai di depan pintu rumah anda. Anda
cukup kontak kami dari belakang meja kantor, rumah, dan dalam perjalanan
anda, kami akan langsung melayanai anda sebaik-baiknya.
Jakarta, Januari 2011
ONE LOGISTIC
JIBRIL F. MUIN
Dir. Marketing
BB PIN : 224084E6
Office :
GEDUNG BARINDO
Jl. Prapanca Raya No. 38 Kebayoran Baru
Jakarta Selatan 12160 Indonesia
Contact :
Phone/Fax : +62 21 7279 6136
Mobile : +62 821 3666 8666
Email : jibril.onelogistic@gmail.com - jibrilisme@gmail.com
Site : www.onelogistic.blogspot.com - www.onelogistic.indonetwork.co.id - www.jibrilfm.blogspot.com
GEDUNG BARINDO
Jl. Prapanca Raya No. 38 Kebayoran Baru
Jakarta Selatan 12160 Indonesia
Contact :
Phone/Fax : +62 21 7279 6136
Mobile : +62 821 3666 8666
Email : jibril.onelogistic@gmail.com - jibrilisme@gmail.com
Site : www.onelogistic.blogspot.com - www.onelogistic.indonetwork.co.id - www.jibrilfm.blogspot.com
Price List Domestic Door to Door
Diposkan oleh :
Jibril FM
DETILE RATE DOMESTIC
DOOR TO DOOR
NO
|
TUJUAN
|
WAKTU
|
HARGA (per/kg)
|
|
1
|
Semarang
|
1 hari
|
Rp.
|
9.100
|
2
|
Solo
|
1 Hari
|
Rp.
|
9.200
|
3
|
Surabaya
|
1Hari
|
Rp.
|
9.600
|
4
|
Yogyakarta
|
1 Hari
|
Rp.
|
9.200
|
5
|
Banda Aceh
|
1- 3 Hari
|
Rp.
|
18.700
|
6
|
Bandar Lampung
|
1 Hari
|
Rp.
|
11.400
|
7
|
Batam
|
1 Hari
|
Rp.
|
12.000
|
8
|
Bengkulu
|
1-2 Hari
|
Rp.
|
12.000
|
9
|
Jambi
|
1 hari
|
Rp.
|
10.600
|
10
|
Medan
|
1 Hari
|
Rp.
|
14.200
|
11
|
Padang
|
1Hari
|
Rp.
|
11.800
|
12
|
Palembang
|
1 Hari
|
Rp.
|
9.500
|
13
|
Pangkal Pinang
|
1- 3 Hari
|
Rp.
|
11.200
|
14
|
Pekan Baru
|
1 hari
|
Rp.
|
12.500
|
15
|
Tanjung Pinang
|
1-2 Hari
|
Rp.
|
14.300
|
16
|
Tanjung Pandan
|
1-2 Hari
|
Rp.
|
14.600
|
17
|
Denpasar
|
1 hari
|
Rp.
|
11.000
|
18
|
Ternate
|
1-5 Hari
|
Rp.
|
39.500
|
19
|
Mataram
|
1- 3 Hari
|
Rp.
|
13.200
|
20
|
Kupang
|
1- 3 Hari
|
Rp.
|
23.500
|
21
|
Balik Papan
|
1 hari
|
Rp.
|
17.800
|
22
|
Banjarmasin
|
1 hari
|
Rp.
|
14.200
|
23
|
Palangkaraya
|
1- 3 Hari
|
Rp.
|
12.800
|
24
|
Pontianak
|
1 hari
|
Rp.
|
13.400
|
25
|
Samarinda
|
1-2 Hari
|
Rp.
|
18.000
|
26
|
Tarakan
|
1- 3 Hari
|
Rp.
|
29.200
|
27
|
Gorontalo
|
1- 3 Hari
|
Rp.
|
24.300
|
28
|
Kendari
|
1-2 Hari
|
Rp.
|
22.700
|
29
|
Manado
|
1-2 Hari
|
Rp.
|
25.100
|
30
|
Palu
|
1- 3 Hari
|
Rp.
|
23.300
|
31
|
Ujung Pandang
|
1 hari
|
Rp.
|
20.500
|
32
|
Ambon
|
1- 3 Hari
|
Rp.
|
24.200
|
33
|
Biak
|
1- 3 Hari
|
Rp.
|
40.100
|
34
|
Jayapura
|
1- 3 Hari
|
Rp.
|
40.600
|
35
|
Sorong
|
1-4 Hari
|
Rp.
|
37.000
|
36
|
Timika
|
1- 3 Hari
|
Rp.
|
40.200
|
Description:
1. In addition we also serve the shipment Domestic
Exports, Imports & Transfer Office / Home to all corners of Indonesia with
competitive price and guaranteed 100%.
2. Payments we accept COD (Cash On Delivery).
3. Prices are subject to change with prior notice.
4. Minimum delivery of 15 Kg
Rate Import Door to Door
Diposkan oleh :
Jibril FM
Berikut
harga terbaru untuk Air Freight service Import Singapore-Jakarta door to door service:
Jenis
barang : Semua
barang selain barang terlarang
Biaya
pengiriman : Rp. 55.000,-/Kg
Minimum
Pengiriman : 50 Kg
Berangkat
setiap hari Senin, hari Jum'at barang sudah keluar.
Cara Pembayaran :
a. DP 30%, pelunasan 1 minggu setelah barang diterima.
b. COD : dibayar ketika barang sampai di gudang ONE LOGISTIC.
___________________________________________________________________________________
DETILE IMPORT BY AIR DOOR TO DOOR SERVICE
NEGARA ASAL
|
UDARA / Kg (IDR)
|
LAMA
|
LAUT / M3 (IDR)
|
LAMA
|
||
General
|
Izin Brended
|
General
|
Izin Brended
|
|||
China - Guangzhou
|
100,000
|
110,000
|
6 - 7 Hari
|
3,500,000
|
5,500,000
|
3 - 4 Mg
|
China - Shanghai
|
110,000
|
119,000
|
6 - 7 Hari
|
4,500,000
|
6,500,000
|
3 - 4 Mg
|
Singapore
|
65,000
|
85,000
|
6 - 7 Hari
|
4,500,000
|
6,500,000
|
10-12 Hr
|
Hongkong
|
100,000
|
110,000
|
6 - 7 Hari
|
3,500,000
|
5,500,000
|
3 - 4 Mg
|
Malaysia
|
100,000
|
110,000
|
6 - 7 Hari
|
7,000,000
|
9,000,000
|
3 - 4 Mg
|
Bangkok
|
100,000
|
110,000
|
6 - 7 Hari
|
7,000,000
|
9,000,000
|
3 - 4 Mg
|
Taiwan
|
100,000
|
110,000
|
6 - 7 Hari
|
7,000,000
|
9,000,000
|
3 - 4 Mg
|
Korea
|
100,000
|
110,000
|
6 - 7 Hari
|
7,000,000
|
9,000,000
|
3 - 4 Mg
|
Description:
1. Other than those listed
above we also provide delivery services Moving House/Office, packing and Truc.
2. Payments we accept COD
(Cash on Delivery)
3. Please confirm in advance
if deliveries will run.
4. Goods from outside
Singapore will be charged in accordance Etc. Permit receipt.
5. At any price - can be
changed with prior notice.
6. Old shipping above is
from the departure of the goods rather than go into our warehouse.
Langganan:
Postingan (Atom)